“Ichigo, kau yakin?”
Apakah
kau yakin ingin memutuskan perjalanan ini?
“Ya…”
.
.
Kau
tahu?
Sejak
sebuah kapal berlabuh di dermaga hatimu, kau memang benar-benar tidak
mengetahui tujuan kapal itu.
Kau
menaikinya dengan perasaan ingin mengetahui lebih jauh, ragu dan bingung.
Seolah tempat tujuanmu yang sebenarnya tidak kau pedulikan lagi.
Kapal
yang kau naiki terus melaju meninggalkan tanah tempat pijakan sebelumnya yang
kau tinggali, sementara kau bersenang-senang mendapati pesta-pora di dalamnya.
Tapi
kau tak mengetahui bahwa ada sebersit kesedihan dan kesendirian di sana, hal
yang tak pernah kau perhatikan.
Cahaya
lampu berkelip saat dirimu terbang menari di antara berbagai kesenangan yang
kau ciptakan sendiri, dirimu tertawa lepas saat pesta itu berlanjut.
Saat
pesta terhenti, kau mencoba untuk membuatnya hidup kembali tetapi hasilnya
gagal—selalu gagal.
Pesta
tak pernah datang kembali lagi, sunyi dan dingin yang kau rasakan. Namun itu tak
membuatmu mengerti…
…kau
tak akan pernah mengerti bahwa sebenarnya ada sisi lain yang harus kau jangkau.
_A Ordinary
Songfic_
Genre:
Romance/Hurt/Comfort
Bleach
© Kubo Tite
_o0o_
響
(Kyou)
_o0o_
_I_
Sad
Symphony
(Lee
Seung Chul - Geu Saram)
“Ichigo!”
Gadis kecil berambut hitam pendek berlari-larian
mengejar kekasihnya yang sedang berjalan cepat menuju taman hiburan. Sudah
berulangkali gadis itu memanggil laki-laki berambut jingga yang dipanggilnya
‘Ichigo’ itu, tetapi dia tetap tak menoleh hanya untuk sekedar memberinya sebuah
kata. Walau dia terjerembab ke tanah keras, sepertinya Ichigo tak akan peduli.
Gadis itu berhenti sejenak, mengatur napasnya yang sudah hampir habis untuk
berlari. Dia melihat kekasihnya yang tetap berlari menuju taman hiburan yang
baru dibuka 4 menit yang lalu, taman hiburan itulah yang menjadi tempat kencan
mereka hari ini.
Rukia—gadis kecil yang berlari tadi, mulai berjalan menuju
taman hiburan itu. Sudah 6 bulan lebih Ichigo dan dirinya menjalani ikatan yang
disebut sepasang kekasih dan bulan Desember nanti mereka sudah memasuki bulan
ke-7, pemuda itulah yang pertama kali menyatakan perasaannya. Rukia sangat
senang, ia bahkan tak pernah bermimpi untuk menjadi kekasih seorang Ichigo
Kurosaki yang banyak disukai para gadis di sekolah. Sejak saat itu, ia tak
pernah menolak ajakan Ichigo yang memintanya untuk kencan maupun mengantarnya
pergi membeli sesuatu.
“Ichigo…”
Rukia sudah berdiri di belakang Ichigo yang telah
membayar tiket masuk, kali ini Ichigo menoleh.
“Oh, Rukia. Ayo kita masuk ke dalam!” Ichigo
meninggalkan Rukia terdiam di tempatnya berdiri. Tak ada genggaman tangan yang
biasanya dilakukan oleh sepasang kekasih, tak ada sama sekali.
“Kenapa cuma
berdiri saja disana? Ayo cepat!”
“Ah, i-iya!”
Rukia berjalan lagi mengikuti Ichigo yang sedang mencari-cari
wahana yang ingin dinaikinya. Sejak pertama kali mereka menjalani kencan,
Ichigo tak pernah menggenggam tangannya. Tak pernah satu kalipun. Rukia tetap
bersabar sampai saat ini, lagipula ada yang lebih menyenangkan daripada
bergandengan tangan. Bagi Rukia, melihat wajah Ichigo yang tersenyum saja sudah
membuatnya merasakan bahagia.
그
사람 날
웃게 한
사람
geu saram nal utge han saram
geu saram nal utge han saram
That person was the one who made me
smile
그
사람 날
울게 한
사람
geu saram nal ulge han saram
geu saram nal ulge han saram
That person was the one who made me
cry
그
사람 따뜻한
입술로 내게
geu saram ttatteutan ipsullo naege
geu saram ttatteutan ipsullo naege
With him warm lips to me
내
심장을 찾아준
사람
nae simjangeul chajajun saram
nae simjangeul chajajun saram
That person found my heart
Saat bersama-sama dengan Ichigo menaiki berbagai wahana
di taman hiburan itu, Rukia merasa bahwa dirinya adalah gadis paling beruntung
di dunia. Tertawa, bahagia dan juga tersenyum bersama dengan kekasih yang
sangat dicintainya. Sampai malam datang membawa mereka menaiki bianglala.
Suasana menjadi sangat romantis ketika bianglala yang mereka naiki mencapai
puncak, cahaya lampu-lampu kekuningan yang menghiasi taman hiburan di antara
kegelapan malam.
Rukia dan Ichigo menatap takjub dengan pemandangan itu.
Kemudian pandangan Rukia teralih pada sosok tampan Ichigo dalam gelapnya
bianglala yang hanya diterangi oleh pantulan cahaya samar dari lampu-lampu di
bawah sana.
Tanpa sadar gadis itu menyentuh tangan kanan Ichigo, menggenggam erat
jemari-jemari hangatnya. Ichigo hanya menoleh sekilas, lalu tersenyum dan dia
tolehkan lagi wajahnya menatap pemandangan di luar jendela bianglala. Rukia
sedikit kecewa dengan Ichigo karena tidak membalas genggamannya, tapi… melihat
senyuman dari pemuda itu tadi sudah membuat hatinya cukup tentram.
Taman Hiburan sudah hampir ditutup, mereka beranjak
pulang. Selama di perjalanan, mereka hanya saling terdiam. Tak ada yang mau
membuka pembicaraan. Sampai tiba di persimpangan jalan yang memisahkan mereka,
Ichigo membuka mulutnya.
“Rukia, besok kau harus datang ke stasiun jam 4 sore!”
Ichigo berlari tanpa mengucapkan ‘sampai jumpa’ ataupun ‘selamat malam’, Rukia
sudah sangat mengerti dengan kebiasaan Ichigo itu. Ketika Rukia berbalik,
Ichigo berteriak lagi. “Aku menunggumu!”
Rukia tersenyum. Di dalam hatinya, ia tak sabar
menunggu besok. Rukia mulai berjalan pulang ke rumahnya. Di sepanjang jalan
yang dilaluinya sepi sekali, tak terlihat satu pun orang yang berjalan. Gadis
itu melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Ya,
Tuhan. Ini sudah terlalu malam! Apa yang akan dikatakan pada kakaknya nanti? Rukia
berlari secepat yang ia bisa.
Ichigo sudah sering—bahkan tidak pernah mengantarnya
pulang sampai rumah, seringkali ia berpisah di persimpangan jalan tadi. Pemuda
itu juga belum pernah bertemu dengan kakaknya, mungkin karena kesibukannya jadi
ia tak bisa menyempatkan waktu hanya untuk sekedar mengunjungi rumah kekasihnya
sendiri. Satu fakta lagi, Ichigo tak pernah datang ke rumah Rukia—bahkan
mungkin belum tahu dimana tempatnya. Ya, selama 6 bulan lebih Rukia harus
menyabarkan diri sebagai kekasih yang pengertian.
Setelah beberapa menit akhirnya Rukia sampai di depan
gerbang rumahnya, dengan tenaga yang tersisa gadis kecil itu mendorong pagar
dan menutupnya kembali. Rukia masuk ke dalam rumah dengan perlahan, ia sangat
berharap kali ini kakaknya tidak memarahinya seperti minggu kemarin.
“Rukia!” Panggilan keras kakaknya menghapus harapan
Rukia.
“I-iya, Byakuya nii-sama.”
“Kau terlambat pulang lagi. Apa kau tidak sadar bahwa bocah itu telah banyak merubahmu
menjadi perempuan yang tidak tahu aturan, heh?” Rukia menunduk takut, kemarahan
Byakuya yang kesekian kalinya tidak menguatkan nyalinya untuk berani berkilat
atau mencoba mencari alasan.
“Dan satu lagi, kau dihukum tak boleh keluar dari rumah
besok sepulang sekolah!” Satu kalimat yang membuatnya harus menahan napas.
_o0o_
Hari ini sepulang sekolah, gadis itu dijemput secara
langsung oleh kakaknya. Dia dikawal dan tidak diperbolehkan pergi kemanapun. Di
rumahnya pun dia dijaga dengan ketat, padahal sebentar lagi waktu menunjukkan
jam 4 sore. Rukia menghela napas berat, bagaimana caranya ia dapat pergi ke
stasiun sebelum jam 4? Selama otaknya berpikir, terlintas sebuah ide untuk
kabur melewati jendela belakang. Ya, sepertinya itulah yang akan dilakukannya.
Rencananya berjalan dengan lancar, Rukia sudah berhasil
keluar dari rumahnya. Dia berhasil kabur dari hukumannya. Sudah pasti ia akan
dimarahi oleh kakaknya jika ketahuan sudah kabur dari hukuman, tetapi saat ini
yang dipentingkannya hanyalah bertemu dengan Ichigo. Gadis itu baru sadar bahwa
ia tak membawa uang sepeser pun, dengan logika yang terdesak oleh waktu Rukia
berlari sampai ke stasiun. Ia tak peduli dengan jarak yang cukup jauh antara
rumahnya dengan stasiun, ia hanya ingin menemui kekasihnya itu bagaimana pun
caranya.
.
.
Sudah 20 menit lebih Rukia menunggu di stasiun, tapi
sosok Ichigo sama sekali belum terlihat oleh pandangannya. Jam bulat yang ada
di dinding stasiun sudah menunjukkan pukul 16:58, sudah 58 menit berlalu dari
waktu yang ditentukan Ichigo. Rukia duduk terdiam di salah satu bangku stasiun,
sedikit demi sedikit orang-orang yang ada di stasiun pergi—meninggalkan Rukia
sendiri.
18:21. Di ufuk barat senja mulai merambat, membawa
serta lembayung merah dalam bayangan langit kehitam-hitaman. Samar
terdengar suara langkah kaki menggema di stasiun sepi itu. Kepala Rukia yang
menunduk sambil bersandar pada tiang penyangga mendongak setelah mendengar
suara langkah kaki itu mendekatinya. Rambut jingga mencolok, kerutan di dahi,
dan wajah tampannya. Ciri khas seorang Ichigo Kurosaki.
“I-ichigo?”
Rukia tiba-tiba berdiri berhadapan dengan Ichigo, mata
violetnya yang terlihat lelah bertatapan langsung dengan mata amber pemuda itu.
Matanya mengisyaratkan meminta penjelasan kepada pemuda di hadapannya itu. Dan
3 buah kata meluncur lolos dari bibir pemuda itu.
“Aku minta putus.”
Susunan kata yang baru saja dikatakan Ichigo seperti
tombak tajam yang menusuk tepat di jantung dan paru-parunya, selama beberapa
detik napas dan detak jantungnya terhenti. Kalimat itu menyakitinya—tidak, atau
kalau bisa menambahkan majas hiperbola di sini, kalimat itu hampir membunuhnya.
그 사랑 지울 수 없는데
geu sarang jiul su eomneunde
geu sarang jiul su eomneunde
I can’t erase that love
그 사랑 잊을 수 없는데
geu sarang ijeul su eomneunde
geu sarang ijeul su eomneunde
I can’t forget that love
그 사람 내 숨 같은 사람
geu saram nae sum gateun saram
geu saram nae sum gateun saram
That person was like my
oxygen
그런 사람이 떠나가네요.
geureon sarami tteonaganeyo
geureon sarami tteonaganeyo
That person is now leaving
Kaki kecil Rukia berjalan menyusuri jalan setapak yang
sepi, pikirannya terbang melayang jauh terlepas dari otaknya. Angin dingin
masuk melalui pori-pori kulitnya, hampir menusuk tulang-tulangnya yang terasa
rapuh. Blus hijau lengan pendek yang ia pakai tidak dapat menahan hawa dingin
yang menyerbunya, sesekali digosok lengannya untuk memberi sedikit kehangatan.
Ironis sekali. Penantiannya berujung pada penyampaian
hal buruk, diputuskan kekasih yang sangat dicintainya. Saat itu, ia tak bisa
mengatakan apapun. Tercekat, serasa tenggorokannya kian menyempit. Dadanya tak
kuasa menahan luapan perasaan dikala dia melihat mata amber orang itu tak bergeming sedikit pun. Pemuda
itu tak berbohong. Jawaban yang lebih menyakitkan ketika suara lirih gadis itu
bertanya.
“Karena
aku sudah menemukan yang lebih baik.”
Rukia mati-matian menahan desakan yang ingin meledak
dari dalam kelopak matanya. Jangan mengalir! Jangan sampai tumpah! Perlahan
dipertahankan mata terpejamnya, ia menghirup penuh udara di sekitarnya. Sampai
dalam… sedalam-dalamnya. Tak urung
bulir-bulir itu bermunculan di sela-sela kelopak mata. Ah! Jangan sampai
mengalir! Jangan!
Gadis itu menangkup mulut dengan kedua tangannya, kaki
kecilnya serasa meleleh. Dia jatuh berlutut. Di trotoar keras dan dingin, dia
menangis dalam diam dan sepi.
그
사람아 사랑아
아픈 가슴아
geu sarama saranga apeun gaseuma
geu sarama saranga apeun gaseuma
That person. That love. My
aching heart
아무것도
모른 사람아.
amugeotdo moreun sarama
amugeotdo moreun sarama
You didn’t know anything
사랑했고
또 사랑해서
saranghaetgo tto saranghaeseo
saranghaetgo tto saranghaeseo
I loved you, and I love
you
보낼
수 밖에
없는 사람아…
내 사랑아
bonael su bakke eomneun sarama… nae saranga
bonael su bakke eomneun sarama… nae saranga
That’s why I have no
choice but to let you leave… my love
Rukia sampai di depan gerbang rumahnya, rumah itu
terlihat sepi dengan penerangan yang sedikit. Pelahan gadis itu membuka
gerbang, kepala masih tertunduk lelah. Kaki kecilnya memapaki bebatuan besar
rata yang disusun sebagai jalan kecil menuju pintu rumah. Pantulan cahaya
terang menyambutnya ketika sampai di depan pintu, kakaknya sudah berdiri tegap
menunggu kepulangannya.
PLAK!
Tamparan
keras di pipi kanan
gadis itu sudah membuktikan bahwa kesabaran kakaknya sudah habis untuk
mengurusi kebodohannya. Tatapan tajam Byakuya padanya sudah memberitahu bahwa
kakaknya sudah membenci dirinya. Air mata gadis itu sudah habis untuk menangisi
hal buruk yang tadi terjadi pada dirinya. Hanya ada mata sayu dan sendu yang
tidak berani melihat sosok kakak yang sudah susah payah melindunginya.
“Seharusnya kau sudah bisa
belajar dari kesalahanmu! Sampai besok pagi renungkanlah kesalahanmu itu
disini!”
BLAM!
Pintu rumah itu tertutup untuknya. Tak ada kehangatan lampu
terang yang menyinarinya, tak ada kelembutan katun yang biasa digunakan sebagai
alas tidurnya. Sekarang yang ada hanyalah sinar samar dari lampu taman di pojok
halaman, hanya ada lantai dingin sebagai tempat tidurnya nanti. Tubuh kurusnya
perlahan jatuh ke lantai, tidak kuat lagi untuk menahan lelah yang menyerangnya
sedari tadi. Disandarkan tubuh lelah itu pada dinding di sampingnya, mata gadis
itu tertuju pada pemandangan di balik atap kecil yang menaunginya. Langit malam
ini begitu polos tanpa satu pun bintang, sebagai gantinya awan-awan hitam yang
menghiasinya.
Perlahan salju turun dari langit, menjadi pengganti air
mata Rukia yang sulit untuk dikeluarkan lagi. Mata Rukia terpejam, tak mampu
menahan beban yang sedang dipikulnya. Ia tertidur meringkuk menahan dinginnya
salju yang menyentuh kulitnya.
내
가슴 너덜
거린데도
nae gaseum neodeol georindedo
nae gaseum neodeol georindedo
Even if my heart becomes
tattered
그
추억 날을
세워 찔러도
geu chueok nareul sewo jjilleodo
geu chueok nareul sewo jjilleodo
Even if that memory pains
me all day
그
사람 흘릴 눈물이
geu saram heullil nunmuri
geu saram heullil nunmuri
The tears that person
sheds
나를 더욱더 아프게 하네요
nareul deoukdeo apeuge haneyo
nareul deoukdeo apeuge haneyo
Hurts me even more
Kicau
merdu suara burung gereja yang bertengger di dahan pohon Oak yang ada di
halaman rumah pria Kuchiki itu membangunkan tidurnya, dia menyibak selimutnya
perlahan. Lalu dia mengalihkan pandangannya pada ujung-ujung jendela kamar yang tertutupi benda putih. Ya, salju sudah turun
tadi malam, sepertinya lebih cepat dari yang diberitakan di saluran televisi kemarin
sore. Byakuya berjalan menuju jendela dan membukanya, dihirupnya aroma musim
dingin pagi ini. Tapi pandangannya menangkap sesuatu yang mengganjal di lantai
bawah dekat dengan pintu masuk.
Ah,
Rukia!
Bergegas
pria itu menuruni tangga dan dengan kasar membuka pintu. Di serbunya Rukia yang
sedang tertidur lemas di samping pintu, disentuhnya pipi kanan gadis itu. Pipi
yang baru saja dia tampar
tadi malam. Terdapat rasa penyesalan yang teramat sangat karena telah melakukan
hal sekejam itu kepada adiknya. Tubuh Rukia yang dingin dan pucat digendongnya
masuk ke dalam rumah, ia sangat cemas dengan keadaan gadis itu.
Ditidurkannya
tubuh Rukia di ranjang. Byakuya akan beranjak mendekati handphone yang ada di
samping tempat tidur untuk menghubungi dokter sebelum suara lirih Rukia
memanggilnya.
“Nii-sama…”
“Rukia?
Biar kupanggilkan dokter untuk memeriksa keadaanmu,” Byakuya merasa lengannya
telah digenggam oleh tangan yang lebih kecil darinya.
“Nii-sama…
a-aku baik-baik sa-ja…”
Byakuya
hanya memandang wajah pucat Rukia dengan raut penyesalan, pria itu
sangat-sangat menyesal. Rukia mencoba bangun dari tidurnya, gadis itu tidak ingin
meninggalkan absen di daftar hadirnya hari ini. Byakuya sudah mencoba untuk
melarang Rukia, tapi itu semua percuma saja karena Rukia tidak akan
mendengarkannya. Byakuya sudah memutuskan untuk mengantar Rukia ke sekolahnya
dan menjemputnya tepat waktu nanti. Melihat keadaan Rukia yang sangat pucat,
Byakuya ingin selalu menemaninya. Tapi pekerjaan di kantornya tidak bisa
ditinggal. Byakuya hanya berharap Rukia bisa bertahan sampai jam pulang sekolah
nanti.
_o0o_
Rukia
sampai di sekolah tepat saat bel berdering, dengan tergesa-gesa ia berlari
menyusuri lorong sekolah untuk sampai ke kelasnya. Suara-suara ribut dan bising
yang terdengar sampai keluar kelas menandakan bahwa Rukia sama sekali belum
terlambat. Saat Rukia membuka pintu dan melangkah masuk, tiba-tiba keributan
itu hilang. Rukia yang merasa diperhatikan hanya mengacuhkan pandangan
anak-anak di kelas itu dan melanjutkan perjalanannya menuju meja tempat
duduknya. Setelah duduk dan menaruh tasnya, samar-samar Rukia mendengar
teman-teman di kelasnya saling berbisik.
“Hey,
kabarnya Kuchiki sudah diputuskan Ichigo, ya?”
“Iya,
sudah seharusnya, kan?
Gadis seperti dia bukanlah tipe idaman Kurosaki.”
Mendengar
hal itu, Rukia hanya menghela napas berat. Mungkin benar kata mereka, dia
bukanlah gadis idam-idamkan Ichigo. Dia hanyalah gadis biasa yang hanya dapat
bermimpi memiliki pangeran tampan untuk mendampinginya. Sampai guru datang dan
memulai pelajaran, Rukia tetap tidak bisa menghilangkan Ichigo dalam
pikirannya.
.
.
Bel
istirahat berdering nyaring sekali. Sebagian besar siswa-siswi di sekolah itu
berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing, tetapi Rukia hanya termangu
menatap pemandangan di luar melewati jendela di samping tempat duduknya.
Sebenarnya Rukia sangat lapar karena tadi pagi gadis itu tidak sempat memasak
sarapan pagi, ingin sekali keluar dari kelas dan membeli sebuah roti untuk
dimakan. Tapi sepertinya tubuh kecilnya tidak mau bekerja sama, untuk berdiri
saja sepertinya sangat sulit sekali.
Tiba-tiba
Rukia mendapati sebuah pemandangan di bawah sana. Ichigo—mantan kekasihnya menggenggam
tangan seorang gadis manis berambut jingga panjang yang ia ketahui adalah
temannya—Inoue Orihime. Tanpa sadar ia menarik napas panjang, seperti ada yang
telah terurai dan berhamburan di dalam dirinya. Ia sedikit menundukkan
kepalanya, menghindari pemandangan itu menyakitinya lebih dari ini. Ia sudah
berusaha semampunya untuk menahan tangis yang ingin merembes keluar dari
kelopak matanya, bahkan ia sudah menggigit bibirnya berulangkali agar tangisan
itu mereda. Tapi semua itu tak ada gunanya, tetap sama.
Saat
Renji datang memanggilnya, dengan terburu-buru ia usap air mata itu lalu
memandang pria itu. Rukia membutuhkan selimut sekarang, entah mengapa udara di
sekitarnya semakin terasa dingin. Bahkan sweater dan syal rajutannya pun tak
bisa mengalahkan rasa dingin itu.
“Rukia,
kau baik-baik saja?”
“Y-ya,
se-perti yang kau lihat, Ren-ji.”
Renji
mendapat sesuatu yang berbeda dengan gadis itu, wajahnya sangat pucat dan
tubuhnya sedikit bergetar. Perlahan dia taruh tangan besarnya ke kening Rukia,
mengecek suhu tubuh gadis kecil itu. Dan hasilnya sama sekali tidak menunjukkan
kalau Rukia baik-baik saja.
“Rukia!
Kau panas sekali! Seharusnya kau beristirahat saja di rumah!” bentak Renji pada
Rukia, tapi gadis itu hanya terdiam menahan dingin yang dirasakannya—tubuhnya
bergetar.
“Akan
kuantar kau ke Ruang Kesehatan.” Renji menarik paksa Rukia yang sedang
memaksakan kakinya untuk menjaga keseimbangan. Ketika kaki perempuan itu mulai
berjalan menjauhi ruang kelas, pandangan matanya menjadi buram dan kepalanya
terasa berputar-putar. Dan akhir yang ia lihat hanyalah lantai yang menjadi
alas jatuhnya.
“RUKIA!”
.
.
Pemandangan
putih dan bau obat-obatan yang menyeruak, Rukia telah berada di Ruang Kesehatan
sekolah. Saat perempuan itu pingsan tadi, Renji sangat panik. Tanpa aba-aba dia
langsung menggendong Rukia dan berlari menerjang kerumunan orang untuk cepat
sampai ke Ruang Kesehatan. Bahkan setelah menaruh Rukia di ranjang, Renji
berlarian mencari guru perawat yang sedang tidak ada di ruangannya itu.
Perlahan
Rukia membuka kedua matanya, perempuan itu melihat Renji yang sedang menatapnya
khawatir. Rukia membangunkan dirinya untuk duduk, tangan besar Renji bergerak
membantunya. Seolah sudah siap dengan segala pertanyaan yang akan keluar dari
mulut Renji, Rukia menarik napas.
“Katakan
padaku, apa yang telah dilakukan oleh bocah itu kepadamu?”
“Seperti
yang kau dengar, Renji.” Rukia mengalihkan pandangannya pada jendela yang
memperlihatkan telah turunnya salju di luar sana. “Alasan yang sama seperti kebanyakan
laki-laki…”
Renji
melihat teman masa kecilnya itu dengan pandangan iba, mata violet itu
memperlihatkan begitu tersakiti dirinya. Renji tidak ingin melihat orang yang
dicintainya menderita seperti ini. Ya, satu hal yang tak pernah diketahui oleh
Rukia dari Renji, bahwa pemuda itu memendam perasaan cinta kepada dirinya. Tapi
pemuda itu sudah terlanjur patah hati. Dan juga melakukan sebuah kesalahan
ketika dia sudah merelakan seorang Rukia Kuchiki kepada orang yang salah.
그 사람아 사랑아 아픈 가슴아
geu sarama saranga apeun gaseuma
geu sarama saranga apeun gaseuma
That person. That love. My
aching heart
아무것도 모르는 사람아
amugeotdo moreuneun sarama
amugeotdo moreuneun sarama
You didn’t know anything
눈물 대신 슬픔 대신
nunmul daesin seulpeum daesin
nunmul daesin seulpeum daesin
Instead of tears, instead
of pain
나를 잊고 행복하게 살아줘… 내 사랑아
nareul itgo haengbokhage sarajwo... nae saranga
nareul itgo haengbokhage sarajwo... nae saranga
Forget about me and live
happily… my love
Renji pergi mendatangi Ichigo yang sedang dikerumuni
oleh beberapa gadis, menyeret dan membantingnya secara paksa di lapangan
bersalju. Dengan satu tinjuan kasar di pipi kiri Ichigo, Renji memulai
perkelahiannya. Dia tak peduli teriakan para gadis yang memintanya untuk
menghentikan perbuatannya, Renji hanya ingin Ichigo menyadari rasa sakit yang
sedang dirasakan Rukia saat ini.
“Brengsek! Bocah macam apa kau!” Renji meninju Ichigo
lagi. Mereka berdua saling pukul dalam gumpalan salju. Tidak peduli masalah apa
yang dilibatkan dalam hal ini, yang terpenting bagi Ichigo adalah memenangkan
pertarungan ini.
Mereka berdua babak belur akibat perkelahian itu, tak
ada yang tahu siapa menang dan yang kalah. Mereka dilerai, dan mereka harus
mendengarkan ceramah Kepala Sekolah yang meneriaki mereka di ruangannya.
Sekarang mereka telah duduk berdampingan di ruangan itu, Kepala Sekolah
meninggalkan mereka begitu saja.
“Kau tahu, Ichigo? Pada hari dimana kau mengakhiri
hubunganmu dengan Rukia, dia… dihukum tidur di luar rumah.” Ichigo tidak memperdulikan ocehan Renji
itu, tapi ia sedikit mendengarnya. Dan dia tahu, bahwa tadi malam salju turun
dengan lebat. Laki-laki itu juga tahu, dialah yang bersalah dalam hal ini.
“Rukia telah berkorban banyak untukmu,” Renji beranjak
dari tempat duduknya menuju pintu keluar.
“Apa dengan cara ini kau
membalasnya?”
Sosok Renji telah menghilang dibalik pintu, perkataan
laki-laki bertato itu benar adanya. Rukia—mantan kekasihnya itu telah berkorban
banyak selama mereka menjalani waktu bersama, perempuan itu selalu memenuhi
permintaannya tanpa ada satu pun penolakan. Rukia juga tidak pernah meminta
apapun kepadanya. Ichigo menundukkan kepalanya dalam-dalam, perasaannya menjadi
kacau balau sekarang. Rasa bersalah yang teramat sangat sedang dirasakannya
saat ini. Pikirannya melayang ketika Inoue berbicara padanya ketika jam
istirahat tadi siang.
.
.
“Ada
apa, Inoue?”
“Apa Kuchiki-san tidak cukup pantas bagi Kurosaki-kun?”
“Apa maksudmu, Inoue?”
“Kuchiki-san… bukan gadis cantik ataupun gadis manis,
bukan pula gadis impian kebanyakan laki-laki seperti Kurosaki-kun. Dia bukan
gadis yang pandai, bukan juga gadis yang bisa dipamerkan ke seluruh teman
Kurosaki-kun.” Kalimat terakhir yang diucapkan Inoue telak dan menusuk, gadis
itu benar. Darimana ia bisa tahu semuanya? Apa gadis ini mengikutinya saat itu?
Ya,
Ichigo kemarin sebenarnya sudah sampai di stasiun 2 menit lebih awal dari yang
dijanjikannya pada Rukia. Saat itu, dia bertemu dengan teman-temannya.
Teman-temannya mengejeknya, mereka mengatakan bahwa Ichigo bisa mendapatkan
wanita yang lebih cantik dari Rukia. Dia dipojokan oleh teman-temannya seperti
seorang pecundang. Maka dari itu, Ichigo memutuskan untuk mengakhiri
hubungannya dengan Rukia saat itu. Lamunannya buyar ketika Ichigo mendengar
Inoue berbicara lagi.
“…tapi
Kuchiki-san adalah gadis yang sangat baik. Dia penyabar, dia sering membantu
orang banyak, dan dia juga gadis yang kuat. Aku pikir, Kuchiki-san itu lebih
sempurna dari gadis mana pun. Dia tidak menginginkan apapun… Aku yakin kalau
Kuchiki-san sangat cocok bila bersanding dengan Kurosaki-kun, tapi ternyata…”
Ichigo menggenggam kedua tangan gadis manis itu agar
menghentikan perkataannya. Jujur, Ichigo sangat tersalahkan dengan
kalimat-kalimat yang disampaikan Inoue padanya. Jujur, dia masih mempunyai rasa
dengan Rukia. Dia tak sanggup, Ichigo sangat ingin memukuli dirinya sendiri
karena telah menyakiti gadis bermata violet itu. Ichigo menunduk dalam, kelopak
matanya telah basah oleh air mata yang tak mengalir.
“Kurosaki-kun…”
.
.
Sekolah
sepi dari para siswa yang sudah pulang sejak 1 jam yang lalu, Ichigo baru akan
melangkahkan kakinya untuk pulang ketika seorang perempuan memanggilnya.
Perempuan berambut ungu dengan pita merah yang mengikat rambutnya itu adalah
kekasih barunya—pengganti Rukia.
“Ichigo…”
Ichigo
tahu, Senna mencintainya. Dan kini gadis itu harus merasakan rasa sakit akibat
keputusan Ichigo, inilah jalan yang terbaik untuk awal mulai memperbaiki
semuanya. Karena ada hati yang lebih tersakiti lagi akibat perbuatannya. Mereka
saling berhadapan dalam diam, tiba-tiba Senna berlari memeluk tubuh pemuda
senja itu. Ichigo terdiam, hanya satu kata yang keluar tadi bibirnya.
“Maaf.”
Perlahan
Ichigo membalas pelukan perempuan itu, hal yang bahkan belum pernah Ichigo
lakukan pada Rukia. Andai saja saat itu dia tidak memutuskannya, pasti Ichigo
bisa memeluknya saat ini. Sayangnya pemuda itu sudah ceroboh, sudah salah
melangkah.
Tanpa
mereka berdua sadari, Rukia melihat semuanya di balik dinding. Dia terduduk, air mata membanjiri kedua pipinya.
Sudah cukup! Sudah cukup dia melihat ini semua! Gadis itu sakit! Terlalu sakit
untuk digambarkan, semuanya terlalu menyakitkan bahkan lebih dari dingin yang menusuknya.
Rukia menangis keras.
우리삶이 다해서 우리 두눈 감을때 그때 한번 기억해
urisarmi dahaeseo uri dunun gameulttae geuttae hanbeon gieokhae
urisarmi dahaeseo uri dunun gameulttae geuttae hanbeon gieokhae
When our lives are over
and we close our eyes, then remember me one time
Layar handphone berkedip-kedip memberi tanda agar Rukia
melihatnya. Kakaknya sudah menunggu di depan gerbang sekolah, dia harus cepat
pergi ke sana.
Rukia memberanikan dirinya, hanya melewati mereka. Ichigo dan Senna.
Rukia mulai melangkah, Ichigo dan Senna telah melepas
pelukan mereka setelah melihat Rukia. Ketiga orang itu terdiam sejenak, suasana sunyi tanpa
ada yang berbicara atau melakukan apapun.
Semuanya berubah setelah Rukia
berlari melewati mereka berdua. Ichigo tak berusaha mengejarnya, dia tahu bahwa
dia bukan siapa-siapa lagi bagi Rukia. Ichigo hanya bisa menunduk. Sekilas
Senna dapat melihat pandangan mata pemuda itu luluh saat memandang Rukia. Apa
Ichigo menyesal telah memeluknya tadi? Sepertinya lebih dari itu.
_o0o_
Musim dingin kali ini lebih dingin dari pada tahun
lalu. Liburan sekolah telah berlangsung dan dimulai sejak hari ini. Pemuda
senja itu hanya mengurung diri di kamarnya yang hangat. Ichigo sedang
memikirkan kata-kata Inoue dan Renji, dia masih merenungkan semuanya. Saat ini,
Ichigo ingin sekali meminta maaf dan menjelaskan semua yang telah terjadi pada
Rukia, dia ingin merajut kembali kebersamaan sebagai sepasang kekasih yang
bahagia. Tapi, ia tidak berani. Oh, bayangkan. Pemuda macam apa yang sama
sekali tidak berani meminta maaf pada kekasihnya—atau mungkin sekarang… mantan
kekasihnya.
Merasa pintu kamarnya diketuk, Ichigo beranjak membuka
pintu kamarnya. Saat Yuzu membawa sebuah surat
dari Rukia, Ichigo merasa waktu merenungnya telah habis. Dibacanya dengan penuh
rasa ketakutan. Tiba-tiba pemuda itu panik, dia berlari keluar rumah dengan
tergesa-gesa. Sekarang dia harus menemukan Rukia dengan cepat sebelum semuanya
benar-benar terlambat.
.
.
Ichigo,
jika menghentikan segala yang menyenangkan kita berdua adalah satu-satunya cara
terbaikmu, akan ku terima.
Tentu
saja aku tidak akan menyalahkanmu atas sikapmu itu, aku memang tidak mempunyai
alasan untuk menyalahkanmu.
Aku
tahu ini sangat tidak adil bagiku, tapi kalau itu dapat membuat senyummu
kembali aku akan melakukannya.
Kau
tahu, saat kau melalui sebuah perjalanan dengan kapal yang baru kau temui, kau
tidak benar-benar melakukan hal itu.
Saat
kapal yang lebih mewah dan besar kau temukan, kau meninggalkan kapal itu
sendirian terapung-apung dalam arus.
Kau
tahu, kapal yang sebelumnya kau naiki itu belayar tanpa tujuan setelah kau
tinggalkan.
Hanya
menunggu waktu sampai kapal itu tenggelam.
Jika
kesalahanku itu adalah terlalu mencintaimu, maka akan kulakukan apapun agar kau
mau memaafkanku—termasuk meninggalkanmu.
Jika
kau merasa kehidupanmu ternodai olehku, aku akan membuat kebersamaan yang
pernah kita jalani menjadi sebuah kenangan manis yang layak untuk dikenang…
…
…sebelum
hilang.
…
.
.
Ichigo datang ke kediaman Kuchiki dengan napasnya yang
tersengal-sengal. Dia mencoba memanggil tukang kebun yang sedang menyiram
tanaman hias di halaman rumah Kuchiki itu. Tukang kebun itu mengatakan bahwa
Rukia baru saja keluar dari rumah dan tidak memberitahu akan pergi kemana. Ichigo
berlari kesana-kemari mencari Rukia. Berputar-putar dan menanyakan ke banyak
orang, tapi tetap tak menemukan keberadaan perempuan itu.
‘Rukia! Dimana kau?!’ Ichigo bertambah frustasi, ia
bingung harus mencari kemana. Bagaimana jika Rukia tidak bisa ia temukan lagi,
bagaimana jika dia tidak sempat meminta maaf pada Rukia, bagaimana jika… Argh! Terlambat sudah!
그 사람아 사랑아 아픈 가슴아
geu sarama saranga apeun gaseuma
geu sarama saranga apeun gaseuma
That person. That love. My
aching heart
아무것도 모른 사람아.
amugeotdo moreun sarama.
amugeotdo moreun sarama.
You didn’t know anything
사랑했고 또 사랑해서
saranghaetgo tto saranghaeseo
saranghaetgo tto saranghaeseo
I loved you, and I love
you
보낼 수 밖에 없는 사람아…
bonael su bakke eomneun sarama…
bonael su bakke eomneun sarama…
That’s why I have no choice
but to let you leave…
Perempuan itu berjalan tak tentu arah. Pikirannya hanya
terpaut pada rasa sakit yang ia rasakan sejak 2 hari yang lalu. Kakinya
menyusuri lorong-lorong gedung sekolah yang sunyi, syal yang terikat di
lehernya melambai-lambai tertiup angin saat kakinya menapaki jendela di lantai
paling atas gedung itu. Sudah saatnya dia mengakhiri semuanya. Perasaan yang ia
jaga telah membuatnya seperti ini. Kalau teori yang mengatakan bahwa cinta bisa
membunuh, ia akan mengatakan teori itu benar adanya.
Dengan sedikit menarik napas, dia melangkah tanpa
pijakan. Terbang bebas. Dibuai angin. Semuanya terasa sangat mudah, bahkan dia
tersenyum menikmatinya. Membiarkan semuanya berjalan dengan waktu. Hingga syal
di lehernya benar-benar terlepas meninggalkan pemiliknya.
.
.
…
Bukan
salahmu, Ichigo.
Bukan
juga karena aku.
Bukan
pula karena perasaan cintaku.
Tapi… kapal ini memang harus dihentikan.
…
…
Sayonara…
내 사랑아 내 사랑아
nae saranga nae saranga
nae saranga nae saranga
my love… my love…
Ichigo melihat. Di depan matanya, perempuan itu
merenggut nyawanya sendiri. Kali ini Ichigo yakin bahwa dia benar-benar sudah
terlambat.
.
.
“RUKIAA!!!”
내 사랑아
nae
saranga
my love…
0 komentar:
Posting Komentar