Brukk..
Ryeowook melihat hyung-nya terjatuh, mata kecilnya terbelalak. Dengan cepat ia berlari dan membawa Yesung ke dalam mobil dengan susah payah. 'Hyung, apa yang terjadi denganmu?'
Disandarkannya Yesung kemudian tangan kecilnya dengan cekatan menelfon seseorang.
.
.
“Yoboseyo? Siwonnie-hyung!”
Never Let You Go
.
Super Junior © SMEntertaiment
.
‘Kim Jongwoon and Kim Kibum (main)/Choi Shiwon (minor)’
Chapter 1; “Hyung, Saranghae”
.
.
.
Siwon POV
Aku duduk di
tepian tempat tidur—di samping Yesung hyung yang sedari tadi belum terbangun, di pipinya
terlihat bekas-bekas air mata yang telah mengering. Aku tahu, sangat tahu untuk
siapa dia menangis. Namja itu—Ya, pasti untuk namja itu. Sejak namja itu pergi,
Yesung hyung suka menyendiri. Ia sering sekali pergi keluar jika ia memiliki waktu
luang, bahkan menyempatkan dirinya agar ia bisa sendirian.
Mataku tak pernah
berpaling memandang wajah pucatnya, wajah yang dahulunya selalu menampakkan
senyuman dan kebahagiaan kini penuh dengan kesedihan. Karena namja itu. Karena
namja itulah, senyuman itu menghilang. Karena namja itulah, Yesung hyung tak
pernah memiliki senyumannya lagi. Karena namja itulah, saat ini Yesung hyung
menderita. Seolah namja itulah tempat kehidupannya berada.
Perlahan
tanganku mengelus rambut hitamnya, alunan nafasnya yang berhembus teratur membuatku
semakin merindukan dirinya yang dahulu. Kenapa? Diriku bertanya-tanya, kenapa
kau tak melepasnya dan menjadi dirimu yang dahulu. Hanya untuknya kah kau
seperti ini, hyung? Bagaimana denganku? Apa kau juga akan seperti ini jika aku
pergi?
“Hyung, tahu
kah kau bahwa aku selalu memperhatikanmu…”
Tak tahu kah
bahwa sudah sejak lama aku menyukaimu, lebih dari seorang dongsaeng kepada
hyungnya. Bahkan aku sudah memantapkan hatiku bahwa… aku sudah jatuh padamu.
Dan hatiku berkata demikian. Aku mencintaimu, hyung. Tahukah kau tentang itu?
Kubelai
pipinya lembut. Memang aku belum mengutarakan hal ini kepadamu, tapi apakah
perhatian yang kuberikan kepadamu tak cukup untuk membuatmu mengerti? Selama
ini aku memberikan seluruh perhatianku hanya untukmu, tidak dengan yang
lainnya. Tapi kau tak pernah menganggapnya. Bahkan untuk sekedar peduli.
Lupakanlah
namja itu jika mengingatnya membuat dirimu sakit, hyung. Lihatlah aku di sini.
Lupakan dia dan berpalinglah padaku.
Perlahan
jari-jariku menyentuh bibir plumnya, bibir yang selalu ingin kusentuh dan
kukecup. Kugerakkan wajahku untuk mendekatinya, ingin sekali aku mencium bibir
itu. Biarlah, hanya untuk satu kali. Kali ini saja. Saat semuanya telah
berubah, dan kaupun tidak bersamanya. Perlahan dan sangat dekat, hatiku tak
bisa menghentikannya. Hanya ada keegoisan yang selama ini terpendam jauh di
dalam hati. Karenamu, hyung. Karena kau bersama dengannya. Tak juga namja itu
sekarang. Kau sudah tak bersamanya hyung. Yang kau punya hanya aku! Sedikit
lagi aku menyentuhnya, dan aku akan—
Tok! Tok! Tok!
“Siwonnie
hyung?” Suara Ryeowook di luar yang mengetuk pintu mengembalikan akal sehatku,
dan tiba-tiba menjauhkan wajahku dari wajah Yesung hyung. “Apa Yesung hyung
sudah bangun?”
“Aish! Apa
yang baru ku lakukan tadi? Mencuri ciumannya? Oh tidak!” gumamku perlahan
sambil menutupi mulutku, kemudian ku jawab pertanyaan Ryeowook kepadaku.
“Belum!”
Cklek…
Bunyi pintu
terbuka membuat kepalaku menoleh, kulihat Ryeowook membawakan semangkuk bubur
dengan uap yang masih mengepul. Sepertinya ia baru memasaknya di dapur tadi
setelah mengantarkan Yesung hyung pulang. Ah, beruntung ia tidak masuk sebelum
mengetuk pintu. Ia berjalan menuju meja nakas dan menaruh semangkuk bubur itu
di sana.
“Hyung,
bisakah kau menjaga Yesung hyung sampai dia terbangun? Aku ada keperluan
sebentar.” Ryeowook tersenyum padaku dan aku mengangguk sebagai jawabannya.
“Baiklah.” Setelah
aku menjawab permintaannya, Ryeowook melangkah keluar kamar. Tiba-tiba
langkahnya terhenti dan ia berbalik. “Oh, satu hal lagi. Bisakah kau memintanya
untuk menghabiskan bubur itu?”
“Yesung hyung belum makan apapun pagi ini, dan
kemarin pun ia hanya makan sedikit…” Wajah Ryeowook berubah sendu, kemudian
kutolehkan wajahku kepada Yesung hyung. Sudah kuduga namja itu hanya membuatmu
terpuruk dan menderita seperti ini. Hyung, kau menyakiti dirimu sendiri.
“Baiklah,
percayakan padaku…” Aku tersenyum, akan kuusahakan apapun agar Yesung hyung
bahagia dan bisa melupakan namja itu. Paling tidak ia bisa memperhatikan dan
peduli pada eksistensiku yang berada di sampingnya saat ini.
Setelah
mengucapkan terima kasih, Ryeowook menutup pintu dan pergi dari dorm. Aku
melihat wajah Yesung hyung yang lelap di dalam tidurnya, mungkin seharian ini yang
aku inginkan hanya menjagamu. Menjagamu sampai kau terbangun dan mendapatkan
senyumanmu lagi. Tak ada lagi tujuan hidupku tanpamu hyung. Ini semua kulakukan
untukmu, hanya untukmu. Demi membuatmu kembali…
Aku ingin
sekali lagi menyentuh wajahnya sekali lagi. Tapi sebelum bisa menjangkaunya
tiba-tiba kurasakan handphone-ku bergetar dari dalam saku celanaku. Kuangkat
cepat panggilan itu setelah berada di luar kamar. Aku tidak ingin membangunkan
Yesung hyung, aku ingin berada di dekatnya dengan cara seperti ini.
“Yoboseyo, ada
apa hyung-nim?”
“Kenapa kau
belum datang ke sini? Apakah ada sesuatu yang menghambatmu?” Oh great, aku melupakan pekerjaanku. Seharusnya aku sudah datang ke
lokasi syuting setengah jam yang lalu. Tapi walau bagaimanapun aku tetap ingin
di sini menjaga Yesung hyung, setidaknya sampai ia terbangun. Ah, mungkin
sampai ia memakan makanannya. Atau… sampai aku puas memandang wajahnya. Walau
aku tak pernah puas memandangnya, tak akan.
“Mianhae
hyung-nim, bisakah kau menunda pekerjaanku selama 3 hari ke depan?”
“Kenapa? Apa
kau sakit?”
“Aniyo
hyung-nim, aku hanya perlu istirahat selama beberapa hari ini.” Yah, sebenarnya
aku memang perlu istirahat belakangan ini. Paling tidak beberapa hari nanti
dengan bersamanya saja sudah cukup untuk membuatku kembali bersemangat.
“Baiklah,
nanti akan kukatakan kepada produser. Istirahatlah dengan baik.” Klik! Panggilan itu terputus. Aku menghela napasku lega, ada
perasaan bahagia yang menyusup ke dalam hatiku saat ini. Akan kupastikan
beberapa hari ini menjadi awal rencana baikku untuk membuatnya tersenyum. Ya,
pasti.
Ketika membuka
pintu kamar, kulihat Yesung hyung sudah terduduk dan menolehkan wajahnya
padaku. “Kau sudah bangun hyung?” Ah, bodohnya aku menanyakan hal itu.
“Ya,” Dia
menjawab singkat dengan senyuman kecil, aku tahu senyuman itu hanya senyuman palsu
agar aku tak mengkhawatirkannya. Aku tersenyum kecil dan mendekatinya, kemudian
duduk di kursi dekat ranjangnya. Kuambil mangkuk bubur yang ada di meja nakas
dan memperlihatkannya kepada Yesung hyung. Kulihat dia mengernyit heran.
“Ryeowook
memintamu untuk menghabiskan bubur yang ia buat ini, hyung.” Jelasku sambil
menyerahkan mangkuk bubur itu kepadanya.
“Ne, aku akan
menghabiskannya nanti. Taruh sana di meja,”
Aku
mengidahkan perintahnya dan tetap menyodorkan mangkuk itu ke hadapannya. “Ani,
kau harus menghabiskannya sekarang, hyung.”
“Nanti saja, aku
sedang tidak la—” Kryukkk! Kulihat pipinya bersemu merah. Manis sekali!
“Sudah kuduga
kau lapar, hyung.” Aku terkekeh ketika melihatnya mengambil mangkuk bubur itu
dariku, setelah itu aku memperhatikannya yang belum juga mulai makan. Ia hanya
memandang bubur yang ada di pangkuannya. Ada setitik kerinduan dalam pancaran
matanya. Dan itu membuat perasaan sakit perlahan memasuki dadaku.
“Ada apa,
hyung?” Kuberanikan diri untuk bertanya padanya.
“A-ani,”
Perlahan Yesung hyung mengambil sendok dan mulai memakan buburnya. Melihat
caranya yang memakan bubur lama sekali, membuatku tidak sabar. Kemudian ku ambil
sendok dan mangkuk bubur itu dari tangannya.
“Biar aku saja
yang menyuapimu.”
“K-kau tak
perlu—” Sebelum ia melanjutkan perkataannya, aku sudah menyuapkan sesendok
bubur padanya.
“Sudahlah,
diam dan makan!” Dirinya terdiam dan menurut mendengar perkataanku. Aku
tersenyum dan kembali memandangnya serta menyuapinya kembali.
Selama aku
menyuapinya, kulihat masih terdapat semburat merah di pipinya. Itu membuat
kebanggaan tersendiri untukku. Bibirnya yang terlihat menggoda membuatku harus
menahan diri untuk tidak menciumnya saat ini. Aish! Apa yang baru saja
kupikirkan? Dasar pervert!
Saat melihat
wajahnya, tiba-tiba mataku tertuju pada sisa bubur yang tertinggal di sudut
bibirnya. Kuhapus sisa bubur itu dengan tanganku. Kedua matanya melebar tanda
ia terkejut dengan apa yang baru saja kulakukan.
“Maaf, ada
noda di sana.” Kulihat pipinya yang sudah merah makin memerah. Aku pun
tersenyum menanggapinya dan kulanjutkan menyuapinya. Aku terus menyuapinya
sampai bubur dalam mangkuk itu habis tak tersisa.
“Gomawo, Siwonnie…”
Dan ia berterima kasih padaku. Tunggu, tadi apa yang dia katakan? Dia
memanggilku ‘Siwonnie’? Apa pendengaranku masih berfungsi dengan baik? Ah,
bahagianya!
“Cheonmaneyo,
hyung!” Balasku kemudian dengan cepat ku membereskan mangkuk dan pergi ke dapur
untuk menaruhnya. Tapi, sebelum kakiku melangkah keluar kamar, aku membalikkan
diriku kepadanya.
“Apakah kau
besok ada waktu, hyung?” Entah keberanian darimana yang membuatku berpikir
untuk menanyakan hal itu.
“Tidak. Memang
kenapa?”
“Bolehkah aku
mengajakmu berjalan-jalan besok?” Kulihat wajahnya yang sedang berpikir. Dan
bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu, “Baiklah.”
Diriku
tersenyum menatapnya dan kemudian menutup pintu kamar. Mungkin dia menganggap
ini hanya jalan-jalan biasa, tapi bagiku ini adalah kencan. Kencan pertama
dengan orang yang kucintai. Dan yang aku inginkan hanya untuk dapat membuatnya
tersenyum dan tertawa lepas.
Setidaknya
inilah yang bisa kulakukan sebagai permulaan. Permulaan dari kesungguhanku
untuk mendapatkan hatimu, hyung.
Mungkin inilah
yang sudah Tuhan takdirkan untukku saat ini. Aku ingin memanfaatkan hal ini
untuk diriku, hyung. Biarlah keegoisan menguasai diriku saat ini. Aku tak
perduli. Yang aku tahu hanya kau prioritasku saat ini. Kau yang selama ini
hanya melihatnya, yang mempedulikannya. Ingin sekali diriku membuatmu
melupakannya, dan menggantikan posisinya dalam kehidupanmu. Mengganti semua
yang kau berikan kepadanya.
Aku ingin
menjadi semua hal yang kau butuhkan, seperti udara yang kau hirup selama kau
hidup.
Aku ingin hanya
aku yang pantas menyentuhmu.
Hanya aku bisa
membuatmu bahagia.
Hanya aku lah
yang selalu ada dalam pandanganmu.
Dapatkah kau
melakukan semua itu untukku?
Menggantikan namja
itu…
Kim Kibum.
End of Siwon
POV
.
.
.
Yesung
termenung menatap jendela yang sudah menunjukkan langit senja, ternyata sudah
hampir malam. Ah, rasanya ia belum bisa melupakan Kibum dalam pikirannya.
Perlahan ia sentuh sudut bibirnya, saat Siwon menghapus sisa bubur yang
tertinggal di sana tadi. Itu mengingatkannya pada masa lalu saat Kibum masih
bersamanya.
.
“Sungie, apa
kau tak mau memakan bubur yang sudah kubuat dengan susah payah, hmm?” tanya
Kibum dengan pura-pura memelas. Yesung hanya tertawa kecil melihatnya.
“Tapi aku
tidak lapar Bummie~” Balas Yesung sambil mencubit kedua pipi Kibum. Pada saat
Yesung mendekatkan wajahnya, Kibum dengan cepat mencium bibirnya yang membuat
pipi namja itu memerah.
“Yah!” Yesung
memukul pundak Kibum kesal, sementara yang dipukul hanya tertawa. “Salahmu
sendiri tidak mau makan. Kekeke~”
“Baiklah aku
akan memakan bubur buatanmu,” Yesung mengambil mangkuk bubur yang ada di tangan
Kibum. Tapi sebelum mangkuk itu terambil, Kibum menahannya.
“Ani, aku
berubah pikiran. Aku ingin menyuapimu sampai bubur ini habis.” Kibum hanya bisa
tersenyum saat Yesung menggerutu. “So, say ‘aah~’…”
Mau tak mau
Yesung membuka mulutnya, “Enak!” seru Yesung setelah bubur itu berada di dalam
mulut dan terasa di lidahnya. Rasa makanan itu memang biasa saja tapi ia ingin
membuat Kibum senang, karena dia sudah bersusah payah membuat makanan untuknya.
Kibum hanya tertawa kecil menanggapinya dan melanjutkan menyuapi Yesung, ia
tahu alasan Yesung berkata seperti itu.
Sampai
terdapat sisa bubur di sudut bibir Yesung, Kibum mendekatkan wajahnya lalu
menjulurkan lidahnya—menjilat sisa bubur itu. Yesung
yang kaget atas perbuatan Kibum itu membesarkan bola matanya, tubuhnya tak bisa
ia gerakkan. Tapi tak sampai disitu, tiba-tiba wajah Kibum mendekat lagi—menuju
ke bibirnya. Semakin dekat dan dekat, sampai akhirnya bibir mereka tidak
mempunyai jarak.
Ciuman
lembut yang Yesung dapat dari kekasihnya—Kibum, ia hanya dapat memejamkan
matanya perlahan, menikmati ciuman itu. Entah berapa kali Kibum menciumnya, ia
tetap tidak bisa menolak. Sentuhan-sentuhan memabukkan yang Kibum berikan kepadanya
membuat tubuhnya merasakan candu. Ia membutuhkan Kibum seperti udara yang
setiap hari ia hirup. Ia membutuhkan Kibum sebanyak ia dapat hidup selama ini.
Perlahan
ciuman itu terlepas, Kibum menatapnya lembut. “Terima kasih karena sudah
mencintaiku, Sungie…”
Lalu yang terdengar di telinga Yesung hanya kata
‘saranghae’ yang diucapkan berulang kali oleh Kibum. Ia merasa sempurna ketika
Kibum berada di sisinya.
.
Tak terasa air
mata mengalir—menganak sungai melewati pipinya, ia begitu merindukan Kibum saat
ini. Ia bingung, apakah ia harus melupakan Kibum atau tidak. Sesungguhnya ia
lelah dengan semua ini—ia lelah harus menangis ketika tak sengaja mengingatnya.
Kibum meninggalkan begitu banyak jejak-jejak pada kehidupannya, ia tak mungkin
bisa melupakannya. Ia tak sanggup.
Angin dingin
yang berhembus melewati celah-celah jendela meneguhkan pandangannya. Ia
baringkan tubuhnya yang lelah, mungkin dengan menerima ajakan Siwon bisa
membuatnya sedikit demi sedikit melupakan Kibum. Ia tak tahu—dan tak peduli
Siwon akan mengajaknya pergi kemana, ia hanya ingin mencoba menghapus
jejak-jejak Kibum yang tertinggal di hatinya.
Perlahan ia
memejamkan matanya, mencoba menyelam ke alam mimpi. Untuk terakhir kalinya ia
memimpikan Kibum, sampai di sini—sekarang dan esok tak akan lagi.
Untuk beberapa
saat Yesung sudah tertidur tanpa menyadari bahwa angin malam mengantarkan pesan
kecil dari Kibum untuknya.
“Selamat malam, Sungie…”
.
.
“Saranghae…”
.
Gyesog Haeya
To be Continue..
.
0 komentar:
Posting Komentar